Segala unsur untuk membentuk pelaminan
atau singgasana raja sahari pada perayaan perkawinan adat Natal akan dijelaskan
dibawah ini yang mempunyai makna dan nilai sejarah yang tinggi.
PINTU GADUNG
bagian muka pelaminan disebut Pintu
Gaduang. oleh karena itu, pelaminan dianggap sebagai lambang kerajaan Natal di masa lalu.
dengan sendirinya segala unsur yang terdapat pada tubuh pelaminan ini
mengandung arti dan makna tertentu. Pintu Gaduang berarti Gerbang. pada
bagian lingkungan Pintu Gaduang terpasang Pancung. yang berarti
memancung dengan pedang. jadi kata Pancung disini berarti sikap kewaspadaan
terhadap masuknya kebudayaan luar. sekalipun Natal merupakan pintu gerbang dan lintas
kultural, tidak setiap kebudayaan dapat diterima begitu saja tanpa diawasi
dengan waspada. setiap kebudayaan asing harus disesuaikan dahulu dengan adat
istiadat Natal
sendiri.
PUTU BAGERAI
Bagerai berarti
adat Natal
berdasarkan garis ibu (matriachat). simbol-simbol lainnya menyatakan kekayaan
alam Natal,
baik yang berada di darat maupun di laut. simbol untuk kekayaan laut dihiasi
dengan bentuk ikan dan gajah menong (kuda laut), sedangkan simbol untuk
kekayaan di darat terdiri dari hiasan talu baraso dalam keranjang kecil
yang berisi buah-buahan yang lebat.
JANGGUT JIN
Janggut jin biasanya terdapat pada
pohon-pohon kayu besar, menggambarkan kekayaan alam. Jahe atau sipade
melambangkan kekayaan tumbuh-tumbuhannya. Bunga sunting, dan bermacam-macam
bunga lainnya menunjukkan keindahan alam. Banta (bantal) Basusun di pelaminan
yang disebut Siku Kaluang (Kalong) menggambarkan kawasan yang subur dengan
pohon-pohon yang berbuah lebat. pada pelaminan ada juga dipajang burung Burak.
Leluhur masyarakat Natal percaya bahwa burung
Burak adalah kenderaan Nabi Muhammad S.A.W ketika melakukan Isra Miradj, yang
mengandung arti penduduk kerajaan Natal
taat pada ajaran agama Islam.
KAIN SAMPEI
Kain sampei digantung pada galah yang
berada di samping kiri dan kanan pelaminan, masing-masing sebanyak tujuh helai
yang melambangkan kebesaran raja. sedangkan di sebelah muka dan belakang
masing-masing sebanyak lima
helai melambangkan kebesaran Datuk-Datuk. jika anak / kemenakan raja yang
menjadi marapulai atau anak daro, dapat dipasangkan sebanyak sepuluh helai
lagi. yaitu, lima helai di bagian muka dan lima helai lagi di bagian
belakang. sebenarnya, Kain Sampei tersebut dapat dipasang seluruhnya sesuai
dengan keadaan dengan seijin raja.
GAMBUNG-GAMBUNG
Gambung-gambung adalah lambang kebesaran
raja dan datuk-datuk. Gambung-gambung dipasang pada kaki pelaminan.
Gambung-gambung sebagai lambang raja berjumlah tujuh buah pada setiap
pelaminan, sedangkan untuk datuk-datuk hanya berjumlah lima buah. namun jika telah mendapat izin
dari raja, gambung-gambung tersebut boleh dipakai seluruhnya. bahkan dewasa ini
ada pelaminan yang setiap kakinya dipasang sembilan Gambung-gambung, walaupun
menurut aturannya jika jumlahnya lebih dari tujuh akan tetap dianggap tujuh,
sebab angka tujuh dianggap angka yang mempunyai nilai tinggi.
BANTA BASUSUN DAN KASUO PANDAK
Banta Basusun dalam pelaminan melambangkan
kebesaran dan kemuliaan, sedangkan Kasuo Pandak yang berada pada pelaminan
marapulai di ruang muka melambangkan kehormatan dan kebesaran.
BEBERAPA PERLENGKAPAN PENGANTIN NATAL
:
IKEK
Ikek yang bentuknya bulat dipakai oleh marapulai sebagai tutup kepala. jika
diterjemahkan menurut adat, merupakan suatu ikatan yang bulat dan kokoh.
lingkaran yang membentuk lingkaran kepala ini melambangkan kerajaan Natal dalam bentuk suatu
wilayah yang utuh, baik dalam kebudayaan maupun kekuasaan. bentuk yang menjulur
dan menonjol di bagian muka dan belakang berarti agar Ninik Mamak jangan
melihat ke muka saja, tetapi juga harus memperhatikan bagian belakang dalam
arti luas.
SANGGUA GADANG DAN CABANG
Sanggua Gadang adalah mahkota di atas kepala permaisuri raja, seorang puti,
tetapi dapat juga dipakai oleh anak daro sewaktu baralek (menikah). seorang
puti raja (istri raja) adalah bundo kanduang sebuah Nagari, sedangkan anak daro
akan menjadi bundo kanduang dalam mahligai rumah tangga baru. di bagian muka
sanggua gadang ditancapkan tujuh perhiasan yang indah. ini menunjukkan sifat
dan perasaan seorang bundo kanduang, yaitu :
1. Bundo kanduang adalah limpahpeh (soko guru) di rumah gadang.
2. Bundo kandung urun puro pemegang kunci (bendahara).
3. Bundo kanduang adalah hiasan kampung.
4. Bundo kanduang adalah semarak Nagari.
5. Bundo kanduang adalah pusek jalo himpunan tali.
6. Bundo kanduang kok gadang basa batuah.
7. Bundo kanduang pandai maatak maetongkan.
selain Sanggua Gadang, ada hiasan kepala
tradisional lain yang dipakai oleh anak daro atau marapulai yang disebut Cabang.
Cabang berasal dari Portugal
yaitu topi anak buah kapal Portugis yang dimasa lalu kapalnya sering singgah di
pantai Natal.
Puti Junjung, permaisuri Tuanku Besar yang berkuasa ketika itu sangat tertarik
pada topi yang berbentuk cabang untuk dipakai oleh anaknya. Perhatian Puti
Junjung terhadap topi tersebut tidak berhenti disitu saja, beliau malahan
menyuruh membuat duplikat topi tersebut yang terbuat dari emas murni. hingga
kini topi berbentuk cabang dipakai oleh pengantin perempuan dan marapulai pada
upacara perkawinan. bentuknya yang bercabang tiga dikaitkan dengan adat Natal dan menjadi lambang
Tigo Tunggku Sajarangan yang menggambarkan kekuasaan atas adat yaitu : Ninik
Mamak, Cadik Pandai dan Alim Ulama.
BAJU HITAM BATUO
Baju Hitam Batuo adalah pakaian marapulai sebagai raja sehari. Baju
Batuo adalah lambang kekuasaan raja yang selalu memperhatikan rakyat, seperti
anak cucu dan kemenakan. baju tersebut dilapisi dengan rompi yang berarti bahwa
raja dan rakyat seperti Ninik Mamak dan anak / kemenakan. mereka adalah dua
pihak, tetapi satu dalam segala bentuk kepentingan Nagari. tanda yang nampak di
bahu merupakan kekuasaan yang disandang raja dalam membimbing rakyat kearah
kemajuan di segala bidang, sedangkan tanda yang terletak di ujung lengan
berarti bahwa raja akan tetap turun tangan untuk segala kepentingan rakyat atau
anak, cucu dan kemenakan.
KABEK PINGGANG PATAH SEMBILAN
Kabek Pinggang Patah Sembilan adalah ikat pinggang pada waktu jadi anak daro.
anak daro adalah calon istri yang mengemban tugas sebagai bundo kanduang.
sebagai ibu rumah tangga ia harus mempersiapkan diri untuk pendidikan
anak-anaknya di kemudian hari. dalam kaitan inilah adat mempersiapkan ibu rumah
tangga sebagai pendidik dan itu pula sebabnya mengapa seorang anak daro memakai
Kabek Pinggang Patah Sembilan yang melambangkan tugas seorang ibu kepada
anak-anaknya. sifat-sifat kabek pinggang patah sembilan berkaitan dengan sebuah
pepatah yang mengandung makna yang sangat tinggi. jika makna dari kesembilan
pepatah dijadikan pedoman dalam mendidik anak-anak, Insya ALlah anak didik akan
menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, berbakti kepada ibu bapak dan
mengabdi kepada Allah Yang Maha Kuasa. sembilan butir pepatah adat ini adalah :
- Putuih runding di sakato (putus runding
karena sepakat)
- Rancak runding dipakati (bagus runding
disepakati)
- Di lahie alah samo nyato (di lahir sudah
sama nyata)
- Di batin samo di hati (di batin sama dengan
dihati)
- Talatak suatu di tampeknyo (terletak
sesuatu pada tempatnya)
- Di dalam cupak jo gantang (di dalam
cupak juga gantang)
- Di lingkung barih jo babaleh (dilingkung
baris juga berbalas)
- Nan
dimakan mungkin jo patuik (yang dimakan mungkin juga pantas)
- Dalam kandungan adat jo pusako (dalam
kandungan adat dan pusaka)
garis besar artinya sebagai berikut :
- Bentuk manusia yang berjiwa bebas
- Menilai segala sesuatu dengan baik dan
arif
- Selalu berjalan pada rel yang benar
- Bersikap arif dan ramah sesama
manusia.**
Sumber >>
Singgasana Pelaminan
Share this article :
0 komentar:
Posting Komentar