Tamat Mangaji

Acara selanjutnya pada tahapan tradisi pernikahan Natal adalah tamat mangaji. pada upacara ini anak daro (calon pengantin pria) dimintakan mengaji (membaca Al-Qur'an) yang disimak oleh seorang guru mengaji dan disaksikan pula oleh para keluarga. upacara ini merupakan ujian apakah anak daro dapat membaca Al-Qur'an dengan lancar atau tidak.

sejak kecil seorang anak memang sudah diwajibkan belajar mengaji untuk dapat membaca Al-Qur'an sebagai tradisi di Natal. setelah upacara tamat mangaji selesai, sejamba nasi kunyit diantarkan ke rumah guru mengaji anak daro tersebut sebagai penghargaan kepada gurunya. dengan berakhirnya upacara tamat mengaji, berakhir pulalah upacara perkawinan dengan sempurna dan teratur.**

MANDI TIGO
Mandi tigo  adalah upacara mandi yang dilakukan pada hari ke tiga upaara perayaan perkawinan. pada upacara mandi tigo ini kedua mempelai diikat menjadi satu dengan ikatan kain batik sebelum dimandikan. setelah selesai dimandikan, diadakan semacam lomba yang diikuti oleh kedua mempelai. perlombaan yang pertama adalah melepaskan anyaman pucuk daun kelapa yang disebut lape-lape melalui semburan air dari mulut. lape artinya lepas. orang yang pandai melalui semburan air ini akan dengan mudah melepaskan anyaman lape-lape dan pemenangnya adalah yang lebih dahulu melepaskan anyaman lape-lape terseut. perlombaan yang kedua adalah mengganti pakaian mereka yang basah dengan yang kering, dan pemenangnya adalah yang lebih cepat mengganti pakaian tersebut. sebagai perlombaan terakhir (yang akan menentukan siapa pemenangnya) adalah siapa yang lebih cepat sampai dikamar.

seandainya pengantin wanita yang kalah, tidak akan menjadi masalah, tetapi jika pengantin laki-laki yang kalah, maka ia akan manggate (merajuk). pengantin laki-laki yang masih mengenakan pakaian pengantin merajuk dengan pulang ke rumahnya yang didahului oleh pasumandan dan kerabat dekat lainnya di sebelah depan. artinya. marapulai diajak oleh keluarganya untuk pulang saja ke rumah jika ia dikalahkan oleh sang istri. beberapa saat setelah tiba di rumah, datanglah ninik mamak pihak perempuan beserta seorang pasumandan dengan membawa tepak / kamba dan memohon maaf atas kesalahan yang dilakukan oleh sang istri. permohonan maaf ini diterima oleh pihak keluarga laki-laki, sehingga pengantin pria kembali pulang ke rumah istrinya diiringi oleh rombongan kedua belah pihak.

sebagai laki-laki dan juga sebagai kepala keluarga didalam rumah tangga, seharusnya suami tidak bisa dikalahkan. artinya, kepala keluarga akan menentukan segala sesuatu sesuai dengan ajaran agama Islam. itulah sebabnya ada pepatah yang mengatakan adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.**

**Tata cara tambahan yang dianggap berguna dan bermanfaat ialah melakukan silaturahmi dengan kerabat-kerabat yang terdekat dan teman-teman.**

MANJALANG (BERKUNJUNG)
manjalang ini secepat-cepatnya dilakukan oleh kedua mempelai tiga hari setelah upacara perkawinan. hal ini dilakukan karena sesuai dengan pepatah :
- Jauh cinta mancintai (jauh saling mencintai)
- Dakek jalang manjalang (dekat saling berkunjung)

mula-mula kedua mempelai manjalang dengan mengunjungi orang tua anak daro dan marapulai. sebelum datang ke rumah yang akan di jalang, terlebih dahulu diadakan upacara mengantarkan jamba nasi kunyit ke rumah orang yang akan dijalang yang dilakukan oleh perutusan kedua mempelai sambil menyampaikan berita tentang keadaan kedatangan anak daro. setelah itu baru kedua mempelai manjalang ke ninik mamak, dusanak-dusanak, teman-teman karib dan yang lainnya. dalam kunjungan manjalang ini, kedua pengantin baru biasanya diantar oleh kerabat-kerabat terdekat dan sahabat-sahabat karibnya.

di rumah orang yang akan dikunjungi, rombongan pengantin baru ini dijamu. berbagai makanan dan kue dihidangkan untuk disantap bersama. jamuan ini ditutup dengan ceramah-ceramah. ketika rombongan akan berangkat pulang, tuan rumah menitipkan kepada rombongan hadiah kenang-kenangan untuk kedua mempelai.

rombongan kembali menjalang ke rumah-rumah lainnya yang memang harus dikunjungi berdasarkan rencana yang telah ditentukan. lamanya kunjungan manjalang ini tergantung pada waktu yang luang kedua mempelai.

seandainya yang menikah itu anak / kemenakan raja atau sutan, sebelum upacara manjalang dilakukan, terlebih dahulu diadakan upacara adat. di muka rumah dipasang peragat-peragat yang terdiri dari tujuh bendera dari kain yang berharga sebagai lambang kebesaran, sedangkan untuk datuk-datuk dan sutan-sutan hanya dipasang lima bendera yang terdiri dari :
1. Cande
2. Pucuk Aru
3. Selendang batik
4. Selendang tanah liek

bendera raja ditegakkan lebih tinggi, berwarna hitam dengan warna kuning dipinggirnya. warna hitam melambangkan cadik pandai (cerdik pandai). seorang anak raja, baru dapat dinobatkan menjadi raja setelah dibina dan menuntut ilmu sehingga menjadi seorang tokoh yang cerdik dan pandai. warna kuning adalah lambang ninik mamak (raja). warna kuning yang bersilang ditengah merupakan ciri khas kebesaran kerajaan. dewasa ini bendera raja dikibarkan berdampingan dengan bendera Indonesia (Sang Merah Putih). tetapi dahulu, di zaman kolonial Belanda, bendera raja dikibarkan berdampingan dengan bendera yang disebut bendera luar (karena panjang) yang berwarna sama dengan bendera Belanda yaitu merah, putih dan biru.

di atas pua bamamak dipasang pula kain-kain berharga yang disebut kain kuadei sebanyak tujuh helai sebagai lambang kebesaran raja. kain kuadei ini terdiri dari kain-kain batik dan sebagainya. juga dipajang peragat-peragat lain seperti padang bacabuik, tombak perisai, canang agung dan gandang katindiek serta payung gadang kuning.

pada upacara jamuan makan, kepada raja disuguhkan kamba basilang, kain kuning yang disebut totopan, tempat makan di atas dulang yang bernama jamba tongga, barang pecah belah seperti teko, mangkuk, pinggan makan yang diikat dengan kain kuning.

makanan yang dihidangkan kepada raja sama dengan hidangan untuk tamu-tamu lainnya seperti nasi gulai dan lain-lain. kehadiran raja pada jamuan tersebut menunjukkan kebesaran jiwa dari seorang pemimpin.

kepada anak-anak sutan disuguhkan tempat minum yang disebut surai. tempat sirihnya bernama kamba, tetapi tidak disilang dengan kain kuning. tempat makan sutan-sutan disebut jamba rapik, sedangkan nasi gulai yang biasa yang disuguhkan hanya sebagai lambang kehormatan saja.

kepada datuk-datuk disuguhkan tempat minum yang disebut kabuk, sedangkan tempat makannya disebut dalamak, tempat sirihnya disebut langguai. cara makan dan minum datuk-datuk ini tidak berbeda dengan tokoh-tokoh lainnya tersebut. **

Sumber >>

Share artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Share this article :

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Assalamu'alaikum...
Apakah ini Pangeran Ujung Gading??
Dimana di Ujung Gadingnya ???
Saya anak kampung dari Ujung Gading...
Oh iya Coba atur lagi Size Font yang abg gunakan karena terlalu kecil sehingga susah untuk membacanya.

Ranata mengatakan...

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh..
terima kasih banyak atas kunjungan sdr. Syaifullah Arifin di blog ini.

saya bukanlah Pangeran dari Ujung Gading.!!
namun adalah putra dari Ranah Nata. yang kemungkinan besar adalah keturunan-keturunan dari Datuk Imam, yang dulunya sebagai pimpinan kerajaan Ujung Gading.

Datuk Imam beserta sahabatnya (Pangeran Indra Sutan dari Minangkabau), telah mendirikan sebuah kerajaan baru yang besar (kerajaan Ranah Nata) yang sekarang ini berada di kawasan Pesisir Barat Sumatera Utara Indonesia.

* maaf jika blog ini belum nyaman bagi pengunjungnya, maklum saya masih newbie di dunia blog. untuk kebaikan blog ini Insya Allah akan terus diusahakan dan diharapkan juga saran ataupun masukan hingga kritikan yang membangun dari para pengunjung sekalian.

trims...

Posting Komentar