Sutan Nur'alamsjah

Sutan Nur'alamsjah adalah kakak kandung Sutan Sjahrir. ia lahir pada tahun 1900 di Bonjol, Sumatera Barat. sejak muda, pada masa pemerintah kolonial Belanda, beliau aktif memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. ayahnya, Sutan Muhammad Rasad, adalah seorang Jaksa Kepala di Medan dan ibunya bernama Puti Siti Rabi'ah. Sutan Nur'alamsjah tidak menamatkan pendidikannya di STOVIA, Batavia (sekarang Jakarta), karena beliau lebih tertarik pada bidang Politik. ia bergabung dengan pemuda-pemuda Indonesia yang ketika itu berjuang untuk kemerdekaan tanah airnya. 

pada akhir tahun 1939, Sutan Nur'alamsjah berkunjung ke tanah kelahirannya di Natal dengan tujuan mendirikan cabang dan ranting Parindra. rupanya, kedatangannya diketahui oleh mata-mata Belanda anggota PID-Politieke Inlichtingen Dienst, (sama dengan BAKIN - Badan Koordinasi Intelejen). ia ditangkap kemudian diseret ke pengadilan Landraad (sekarang, Pengadilan Negeri) dengan tuduhan menghasut rakyat. sidang tersebut berlangsung di Natal pada bulan April 1940. ia divonis pada tanggal 17 April 1940 dengan hukuman penjara 2 tahun. Sutan Nur'alamsjah dituduh melanggar W.v.S (sekarang KUHP) pasal 153 bis dan ter; pasal 154 dan sebagainya. mulanya Voorzitter (Hakim Ketua), Mr. Vetter, akan menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepadanya. tetapi atas usul dan saran seorang Lid het de Landraad (Hakim Anggota yang turut bersidang), yaitu Sutan Sridewa (ayah kandung Sutan Oesman Sridewa) yang ketika itu menjadi kepala Kuria natal merangkap Lid (Anggota) Landraad, hukumannya diperingan dan Voorzitter menyetujuinya. 

Sutan Nur'alamsjah mengajukan appel (naik banding). tetapi sayang, ia dikalahkan pula di Raad van Justitie (pengadilan tingkat banding) yang berkedudukan di Padang. Raad van Justitie malah menambah hukumannya menjadi dua kali lipat, sehingga beliau menjalani empat tahun di penjara Sukamiskin, Bandung, tempat dimana Bung Karno pernah menjalani hukumannya di masa penjajahan.

sesudah pemerintah kolonial Belanda menyerah dengan masuknya tentara Jepang ke Indonesia, Sutan Nur'alamsjah dikeluarkan dari penjara Sukamiskin. beliau dikirim kembali ke Sumatera dengan tugas yang sama seperti dahulu, yaitu membuka cabang dan ranting sebuah organisasi. perbedaannya, dahulu ia membuka cabang dan ranting Parindra, sedangkan sekarang ia membuka cabang dan ranting PSI (Partai Sosialis Indonesia).

setelah tugasnya selesai, Sutan Nur'alamsjah kembali ke Pemerintah pusat untuk menjabat sebagai Wakil Jaksa Agung Tentara untuk Sumatera Utara dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler.

kota Natal yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan di Sumatera Utara pada tahun 1843, dalam masa perjuangan fisik (perang kemerdekaan RI) berstatus Kewedanaan, yaitu Kewedanaan Natal dan Batang Natal yang terletak di Pantai Barat Sumatera yang berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat.

menjelang Agresi Belanda ke dua yang dilancarkan Belanda pada tanggal 18 Desember 1948, kewedanaan ini dipimpin oleh Wedana Hidayatsjah gelar Tuanku Mudo yang telah berusia lanjut. pada masa kepemimpinan Hidayatsjah itulah terjadi percobaan perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Sutan Sjaiful  Manan, seorang alim ulama Natal. Perebutan kekuasaan ini mengalami kegagalan sehingga kedua belah pihak, baik Sutan Sjaiful Manan maupun pihak Wedana Hidayatsjah Tuanku Mudo dibawa ke Padangsidempuan untuk "diadili" oleh Pemerintah Kabupaten yang dipimpin Radja Djundjungan, Bupati Tapanuli Selatan yang belakangan ini menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara di Medan.

setelah sekian lama ternyata Bupati belum juga mengeluarkan ketentuan atau ketetapan penyelesaian peristiwa tersebut. jelas bahwa, Wedana pun belum dapat kembali ke pos-nya semula. ditambah dengan keadaan yang semakin gawat akibat agresi Belanda kedua, serta untuk mengatasi kevakuman pemerintahan, maka pemuka pemuka masyarakat dan pemimpin-pemimpin partai yang berada di Natal bersama-sama pemula-pemuka adat serta alim ulama setempat sepakat untuk bermusyawarah. mereka memilih Sutan Nur'alamsjah sebagai pemimpin musyawarah tersebut.

akhirnya Musyawarah memutuskan untuk membentuk Dewan Pertananan Kewedanaan Natal dan Batang Natal, sekaligus mengangkat Sutan Nur'alamsjah sebagai Ketua Dewan Pertahanan. waktu itu Sutan Nur'alamsjah sedang berdinas di Medan, sehingga jabatan sebagai Ketua Dewan Pertahanan hanya dijabatnya untuk sementara, karena bukan tidak mungkin sewaktu-waktu ia dipanggil oleh Pemerintah Pusat. setelah Dewan Pertahanan terbentuk, musyawarah menetapkan susunan pengurusnya, yaitu :
Ketua              : Nur’alamsjah
Wakil Ketua    : Kepolisian di Natal
Kepala Staf     : Soetan Oesman Sridewa (pegawai staf dari Kantor Kewedanaan Natal)
Wakil I           : Teuku Zainal Abidin Tasya (seorang anggota rombongan Brigade B yang menetap di Natal)
Wakil II          : Tayanuddin, pegawai Kewedanaan
                        Haji Abdul Azis, wakil PSI
                        Taufik Dahlan, wakil Masyumi.

Dewan Pertahanan ini berdiri pada tanggal 15 Januari 1949. kota Padangsidempuan sejak tanggal 12 Januari 1949 telah diduduki oleh Belanda. karena hubungan dengan Pemerintah Kabupaten terputus, maka Dewan Pertahanan mengadakan kontak langsung dengan perwakilan PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) yang bermarkas di Muara Sipongi yang berbatasan dengan Tapanuli, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. pada waktu itu, tentara Agresor Belanda yang berpusat di Padangsidempuan berada di sekitar kota Payanbungan.

untuk memperlancar urusan Dewan Pertahanan, maka dibentuklah dua perwakilan yang terletak di Batahan (bekas ke Kuriaan Batahan) dan di Singkuan (bekas ke Kuriaan Singkuang). pada tanggal 21 April 1949, Dewan Pertahanan dibubarkan. Sutan Nur'alamsjah meninggalkan Natal untuk bertemu dengan Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang ketika itu menjadi ketua PDRI dan bermarkas di Kotaraja (sekarang Banda Aceh).

bagaimana gesitnya gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Sutan Nur'alamsjah, jelas terlihat dalam sebuah tulisan berjudul "Tikus dan kucing"  (cerita tentang situasi dan kondisi Hindia Belanda di tahun 1934-1945) yang disarikan dari buku Bunga Rampai Nilai-nilai Perjuangan Perintis Kemerdekaan, seri ke-2, Jakarta, 1966.

"Kami Pengurus Pendidikan Nasional Indonesia Wilayah Sumatera Barat, menerima berita dari pimpinan umum, bahwa Saudara Sutan Nur'alamsjah akan berkunjung ke SUmatera Barat secara rahasia. Sutan Nur'alamsjah adalah kakak kandung Bung Sjahrir. berdasarkan keputusan Pemerintah Hindia Belanda, ia tidak diijinkan memasuki wilayah Sumatera Barat. ia menetap di Medan, pada awal kemerdekaan, ia menjabat sebagai Jaksa Agung Muda. dalam saat 'Vergadering Verbood' (larangan berkumpul atau berunding), kami tetap akan menerima pimpinan yang terkena 'Passenstelsel' (undang-undang bepergian) itu. memang, segala sesuatunya harus dilakukan dengan rencana yang matang dan teliti.
kami juga harus menyiapkan :
a. Bagaimana memasukkan seseorang yang dilarang datang ke Sumatera Barat.
b. Bagaimana mengadakan rapat, konferensi, pada saat larangan mengadakan rapat.
c. Bagaimana agar saudara Sutan Nur'alamsjah dapat berkunjung ke cabang-cabang PNI yang lain.

Mengingat situasi yang amat rumit, maka kami memutuskan, hanya Padang dan Bukit Tinggi saja yang dapat dikunjungi secara rahasia oleh saudara Sutan Nur'alamsjah. konferensi akan diadakan di Padang, bersamaan waktunya dengan diadakannya pasar keramaian (pasar malam) di rumah saudara Sulaiman, yang bersebelahan dengan pasar malam itu sendiri. (Januari 1933).

Masing-masing menyelinap masuk dan keluar rumah Sdr. Sulaiman yang sekelilingnya riuh rendah karena ramainya manusia yang memeriahkan pasar malam itu. satu minggu lamanya Sdr. Sutan Nur'alamsjah disana sehingga sempat menyelesaikan tugas-tugasnya di tengah keramaian pasar malam tersebut.

Polisi PID Belanda, sibuk mencarinya diseluruh Sumatera Barat. bukan pengurus PNI saja yang ditanyai PID, bahkan semua orang yang kenal dengan beliau. besoknya, kami menerima laporan, bahwa Sutan Nur'alamsjah ditangkap di Bukit Tinggi. alangkah kesal kami menerima berita itu, karena kawan-kawannya di Bukit Tinggi kalah cerdik dari Polisi Rahasia Belanda. akhirnya tikus dapat diterkam kucing. Pengadilan Hindia Belanda menjatuhkan hukuman tiga bulan penjara kepada Sutan Nur'alamsjah karena melanggar 'Passenstelsel' memasuki Sumatera Barat.

Saudara M. Nur'arif, ketua PNI cabang Padang ditangkap oleh Belanda berdasarkan laporan Ahmadin, wakil kepala polisi PID di Sumatera Barat dengan tuduhan, Nur'arif-lah yang mendatangkan Sutan Nur'alamsjah ke Sumatera Barat. Mengadakan rapat rahasia di kota Padang dalam saat 'Vergader-ing Verbood', termasuk pulan dalam tuduhan tersebut. sesudah itu tidak ada pemeriksaan yang lain lagi. rupanya PID sudah sangat mendendam kepadanya, akhirnya M. Nur'arif dikirim ke Digul (Papua, Irian Jaya)".

Hanya beberapa gelintir orang saja yang mengetahui jasa pejuang beliau ini dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Sutan Nur'alamsjah meninggal di Jakarta pada tahun 1970.

Melihat sejarah perjuangannya, sudah sepantasnya Sutan Nur'alamsjah mendapat penghargaan dari Pemerintah sebagai Pejuang Perintis Kemerdekaan.

* hanya bangsa yang besarlah yang bisa menghargai jasa pahlawannya.**

Sumber >>

Share artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar